Merebus ramuan jamu yang berasal dari simplisia (bahan dari tanaman berkhasiat obat yang belum tercampur, belum diolah, tapi sudah dalam keadaan bersih) bisa berasal dari bahan segar atau yang telah dikeringkan. Bahan segar yang hendak direbus, harus sudah dicuci bersih. Bila bahannya besar atau tebal seperti daun yang lebar, rimpang, kulit kayu, atau batang, dapat dipotong tipis seperlunya. Perebusan dilakukan dalam pot tanah/keramik atau panci e mail. Pot keramik (ceramic clay pot) bisa dibeli di toko obat tradisional.
Yang Harus Diperhatikan (Aturan Memakai Obat Kuno atau Jamu)
Artikel terhubung
Aturan Merebus Jamu
Jangan sesekali merebus jamu dengan menggunakan panci dari bahan besi, aluminium atau kuningan, karena dapat menimbulkan endapan, konsentrasi larutan obat yang rendah, terbentuknya racun atau menimbulkan efek samping akibat terjadinya reaksi kimia dengan bahan obat. Gunakan air bersih untuk merebus sebaiknya air murni kecuaii bila ditentukan lain. Bahan obat dimasukkan kedalam pot tanah, masukkan air sampai bahan obat terendam seluruhnya dan permukaan air berada 30 mm di atasnya. Perebusan dimulai bila air telah meresap kedalam bahan ramuan jamu. Rebus dengan api yang sesuai
Bila tidak ditentukan lain, biasanya merebus ramuan jamu dimulai dengan api besar sampai airnya mendidih. Selanjutnya, api dikecilkan untuk mencegah air rebusan meluap atau terlalu cepat kering. Kadangkala, api besar atau api kecil digunakan sendiri-sendiri sewaktu merebus ramuan jamu. Misalnya, obat yang bersifat menguatkan (tonik) direbus dengan api kecil sehingga bahan aktif dapat secara lengkap dikeluarkan ke dalam air rebusan. Tanaman obat yang mengandung racun direbus dengan api kecil dalam waktu yang lama, sekitar 3-5 jam untuk mengurangi kadar racunnya. Nyala api yang besar digunakan untuk ramuan jamu yang berkhasiat mengeluarkan keringat, seperti misalnya ramuan jamu influenza atau demam. Maksudnya, supaya pendidihan menjadi cepat dan penguapan yang berlebihan dari zat menguap yang merupakan komponen aktif tanaman obat dapat dicegah.
Bila tidak ditentukan Iain maka perebusan dianggap selesai ketika air rebusan tersisa setengah dari jumlah air semula Bila bahan obat yang direbus banyak yang keras seperti biji, batang atau kulit kayu maka perebusan selesai setelah air rebusan tersisa sepertiganya. Ada cara perebusan yang sedikit berbeda dari cara yang di atas, karena adanya bahan-bahan yang memerlukan perlakuan khusus seperti misainya:
1. Ramuan Natural direbus terlebih dahulu
Dilakukan bila ada bahan obat yang besar atau keras dan sukar diekstrak, seperti kulit kerang atau mineral. Bahan tersebut dihancurkan dan direbus terlebih dahulu kira-kira 10 menit sebelum bahan obat Iainya dimasukkan.
2. Direbus paling akhir
Dilakukan bila ada bahan obat yang mudah menguap atau bahan aktifnya mudah terurai. Misalnya peppermint, akar costus atau bahan pewangi. Bahan tersebut dimasukkan terakhir, kira-kira 4-5 menit menjelang rebusan obat siap diangkat.
3. Direbus dalam bungkusan
Beberapa bahan obat seperti biji daun sendok dan bunga inula (inula flower), harus dibungkus terlebih dahulu dengan kain sebelum direbus. Jika tidak, akan menimbulkan kekeruhan dan menghasilkan bahan yang dapat menimbulkan iritasi pada tenggorok.
4. Didihkan perlahan-lahan atau direbus terpisah
Perebusan cara ini dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan kerusakan zat berkhasiat atau terserapnya zat berkhasiat bila direbus bersama bahan lain. Contohnya ginseng. Irislah bahan ini tipis-tipis, kemudian direbus terpisah dalam pot tertutup dengan api kecil selama 2-3 jam.
5. Dilarutkan melalui penyeduhan
Ada beberapa macam bahan obat atau jamu yang lengket, kental atau mudah terurai bila direbus terlalu lama dengan bahan obat lainnya atau mudah melekat di dinding pot / bahan obat lain, sehingga pengeluaran bahan aktif obat lain terhambat. Contohnya gelatin kulit keledai (donkey disguise gelatin) dan malt sugar. Bahan yang seperti ini tidak direbus bersama bahan lain. Masukkan ke dalam cangkir, lalu seduh dengan air rebusan obat.
Disarikan dari Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesa oleh Prof. HM Hembing Wijayakusuma dkk